Foto by: Ari Dael Ginta Tarigan |
Suku ini merupakan salah satu suku yang berasal dari Sumatera Utara, Indonesia. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di
wilayah yang mereka diami yaitu Kabupaten Karo yang terletak di dataran tinggi
Tanah karo. Suku Karo adalah merupakan suku asli pertama Kota Medan karena
Kota Medan didirikan oleh seorang putra Karo yang bernama Guru Patimpus
Sembiring Pelawi. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut bahasa Karo
atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi oleh warna merah serta warna
hitam dan penuh dengan perhiasan emas, dan memiliki salam khas, yaitu
''Mejuah-juah".
Sejarah Singkat
Terdapat suku Karo di Aceh Besar yang dalam bahasa
Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh diakui oleh H. Muhammad
Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa
penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan yang mirip dengan Batak. Namun tidak
dijelaskan keturunan dari suku Batak yang mana penduduk asli tersebut.
Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan
Nusantara" (1961) juga mengatakan bahwa di lembah Aceh Besar terdapat
kerajaan Islam dan juga terdapat kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa
penduduk asli atau bumi putera dari ke-20 mukim bercampur dengan suku Karo.
Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa
raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.
Sejarah Suku Karo Menurut Kol. (Purn) Sempa Sitepu dalam
buku "Sejarah Pijer Podi, Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia"
menuliskan secara tegas etnis Karo bukan berasal dari si Raja Batak. Ia mengemukakan
silsilah etnis Karo yang diperoleh dari cerita lisan secara turun temurun dan
sampai kepada beliau yang didengar sendiri dari kakeknya yang lahir sekitar
tahun 1838.
Menurutnya,
leluhur etnis Karo berasal dari India Selatan berbatasan dengan Mianmar.Menurut
cerita yang disarikan oleh Sempa Sitepu, bahwa pada awalnya seorang maharaja
yang sangat kaya, sakti dan berwibawa yang tinggal di sebuah negeri bersama
permaisuri dan putra-putrinya, yang terletak sangat jauh di seberang lautan.
Raja tersebut juga mempunyai seorang panglima perang yang sangat sakti,
berwibawa dan disegani semua orang. Nama panglima itu ialah Karo keturunan
India. Pada suatu ketika, maharaja ingin pergi dari negerinya untuk mencari
tempat yang baru dan mendirikan kerajaan baru. Ia mengumpulkan semua pasukannya
dan menganjurkan semuanya untuk bersiap-siap untuk berangkat ke negeri
seberang. Ia juga mengajak putrinya Si Miansari untuk ikut merantau. Miansari
sangat senang mendengar berita itu, karena ia sedang jatuh cinta kepada
panglima perang tersebut. Akhirnya maharaja membagi kelompok dan Miansari
memilih untuk bergabung dengan panglima perang. Mereka mulai berlayar
menyeberangi lautan dengan rakit yang mereka buat sendiri. Demikianlah
merekamulai berlayar dan mereka tiba si sebuah pulau yang bernama Pulau Pinang.
Mereka tinggal di tempat itu untuk beberapa bulan. Dan mereka berburu untuk
mencari makanan mereka. Suatu hari maharaja memandang ke sebelah selatan dan
melihat suatu pulau yang lebih luas dan lebih hijau lagi. Ia berniat untuk
menyeberang ke sana. Sore harinya ia mengumumkan kepada rakyatnya agar
bersiap-siap untuk berlayar ke seberang. Dalam perjalanan di tengah laut,
mereka mengalami suatu musibah yang sangat dahsyat, yaitu angin ribut dan ombak
yang sangat besar, sehingga mereka tercerai berai. Mereka sangat ketakutan dan
beranggapan bahwa ajal mereka akan segera tiba. Tak disangka-sangka Miansari
beserta panglima dan rombongannya terdampar di sebuah pulau yang tidak mereka
kenal tetapi maharaja dan rombongannya yang tidak tahu di mana keberadaannya.
Dengan demikian Panglima dan Miansari sepakat untuk melarikan diri dan menikah.
Mereka berangkat dan membawa dua orang dayang-dayang dan tiga orang pengawal.
Mereka mengikuti aliran sungai dan mencari tempat yang aman untuk
bersembunyi.Dan tiba di suatu tempat. Mereka tinggal di tempat itu beberapa
bulan lamanya. Di pulau itu mereka hidup penuh dengan kebebasan. Pada waktu itu
terjadilah peristiwa yang sangat penting, yakni panglima dan Miansari menikah
disaksikan oleh dayang-dayang dan pengawal mereka. Setelah itu mereka mulai
lagi melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari tempat yang lebih aman. Mereka
memasuki sebuah pulau yang tidak begitu jauh dari tempat mereka, yakni pulau
Perca (Sumatra), dan tempat itu sekarang bernama Belawan.Dari tempat itu mereka
kembali melanjutkan perjalanan menelusuri aliran sungai menuju pedalaman. Dan
tibalah mereka di suatu tempat yang sekarang disebut Durin Tani. Di sana
terdapat sebuah gua yakni gua Umang. Di dalam gua itulah mereka beristirahat
untuk beberapa hari sebelum mencari tempat yang lebih aman. Karena mereka
menganggap tempat itu belum begitu aman maka mereka memutuskan untuk mencari
kembali tempat yang lebih aman. Mereka menelusuri hutan dan mengikuti aliran
sungai menuju daerah pegunungan. Setelah beberapa hari lamanya mereka berada
dan berjalan di tengah hutan belantara dan mereka melewati beberapa tempat yang
bernama Buluhawar, Bukum, maka tibalah mereka di suatu tempat di kaki gunung.
Dan tempat itu diberi nama Sikeben berdekatan dengan Bandarbaru. Mereka tinggal
di situ beberapa bulan lamanya. Namun karena Si Karo melihat bahwa masih ada
tempat yang lebih indah dari pada tempat itu, ia memutuskan agar mereka kembali
berjalan menelusuri hutan. Akhirnya mereka tiba di kaki gunung Barus. Dan
melanjutkan perjalanan ke gunung Barus tersebut. Mereka sangat senang melihat
pemandangan yang begitu indah dan sejuk. Mereka sangat senang dan mereka semua
setuju bila mereka tinggal di tempat itu. Tetapi Si Karo kurang setuju dengan
permintaan teman-temannya, karena ia melihat bahwa tanah yang ada di tempat itu
tidak sama dengan tanah yang ada di negeri mereka. Ia kemudian memutuskan untuk
mencari tempat lain. Keesokan harinya mereka beristirahat di bawah sebuah pohon
"jabi-jabi" (sejenis beringin). Si Karo mengutus seekor anjing untuk
menyeberang sebuah sungai, untuk melihat keadaan. Dan anjing itu kembali dengan
selamat. Maka mereka juga menyeberang sungai itu. Mereka menamai sungai itu Lau
Biang, dan pada saat ini sungai ini masih ada. Beberapa hari kemudian tibalah
mereka di suatu tempat, dan tanah yang terdapat di tempat itu juga memiliki
kemiripan dengan tanah yang ada di negeri mereka. Mereka sangat bergembira, dan
bersorak-sorai. Daerah tempat mereka tinggal itu bernama Mulawari yang
berseberangan dengan si Capah yang sekarang Seberaya. Dengan demikian si Karo
dan rombongannya adalah pendiri kampung di dataran tinggi, yang sekarang
bernama dataran tinggi Karo (Taneh Karo). Dari perkawinan si Karo (nenek moyang
Karo) dengan Miansari lahir tujuh orang anak. Anak sulung hingga anak keenam
semuanya perempuan, yaitu: Corah, Unjuk, Tekang, Girik, Pagit, Jile dan
akhirnya lahir anak ketujuh seorang laki-laki diberi nama Meherga yang berarti
berharga atau mehaga (penting) sebagai penerus. Dari sanalah akhirnya lahir
Merga bagi orang Karo yang berasal dari ayah (pathrilineal) sedangkan bagi anak
perempuan disebut Beru berasal dari kata diberu yang berarti perempuan. Merga
akhirnya kawin dengan anak Tarlon yang bernama Cimata. Tarlon merupakan saudara
bungsu dari Miansari (istri Nini Karo). Dari Merga dan Cimata kemudian lahir
lima orang anak laki-laki yang namanya merupakan lima induk merga etnis Karo,
yaitu:
Karo. Diberi nama Karo tujuannya bila nanti kakeknya
(Nini Karo) telah tiada Karo sebagai gantinya sebagai ingatan. Sehingga nama
leluhurnya tidak hilang.Ginting, anak yang kedua. Sembiring (anak
ketiga), diberi nama si mbiring (hitam) karena dia merupakan yang paling hitam
diantara saudaranya. Peranginangin (anak keempat), diberi nama
peranginangin karena ketika ia lahir angin berhembus dengan kencangnya (angin
puting-beliung). Tarigan, anak bungsu (anak yang kelima).
Wilayah Tanah Karo
Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat, bahwa
Tanah Karo hanya diidentikkan dengan Kabupaten Karo saja. Padahal, Tanah Karo jauh
lebih luas daripada Kabupaten Karo. Wilayah Tanah Karo meliputi:
Kabupaten Karo, Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten
Dairi(Kecamatan Taneh Pinem, Kecamatan Tiga lingga, Kecamatan Gunung Sitember),
Kabupaten Aceh Tenggara (Kecamatan Lau sigala-gala, Kecamatan Simpang Simadam),
kabupaten Deli Serdang(Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Sibolangit,
Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Deli Tua, Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan
Biru-biru), Kabupaten Simalungun (Kecamatan Dolok Silau).Suku Karo merupakan
suku asli pertama Kota Medan karena Kota Medan didirikan oleh seorang putra
Karo yang bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi. Suku Karo pada mulanya
tinggal di dataran tinggi Karo yakni Berastagi dan Kabanjahe.
Peta Wilayah Kabupaten Karo. |
Rumah Adat Karo
Rumah Adat
Karo merupakan rumah Adat di Sumatera Utara untuk masyarakat daerah Karo dan
termasuk salah satu rumah adat yang menarik. Rumah Adat Karo atau disebut juga
Siwaluh Jabu yang memiliki pengertian sebuah rumah yang didiami delapan
keluarga. Rumah Adat Karo berbeda dengan suku lainnya, bentuknya sangat megah
diberi tanduk, selalu menghadap ke utara dan selatan dan tanpa paku sama
sekali, bentuk dan kekhasan itulah yang mencirikan rumah adat karo. Proses
pendirian sampai kehidupan dalam rumah adat itu diatur oleh Adat Karo, dan
karena itulah disebut rumah Adat.
Rumah Adat Karo. |
Tutur Adat Karo
1). Rakut Sitelu)
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu
atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang
berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh
(kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga
sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok,
yaitu:
1). Kalimbubu (kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi
isteri).
2). Anak beru (anak beru ialah keluarga yang mengambil atau menerima
isteri).
3). Senina (senina ialah keluarga satu galur keturunan marga, saudara
kandung laki-laki, atau keluarga inti).
2). Tutur Siwaluh
Tutur siwaluh merupakan sistem kekerabatan masyarakat karo yang berhubungan
dengan penuturan yang terdiri dari 8 golongan,yaitu:Dalam pelaksanaan upacara
adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih
khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan,
yaitu sebagai berikut:
1). Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang.
2).Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu,
kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada
kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari
keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka
Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah
kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau
kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung. Kalimbubu simada dareh adalah
berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara
laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena
merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang
terdapat dalam diri keponakannya. Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan
kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk
pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan
perkawinan.
3). Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga
yang sama.
4). Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan,
jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama.
Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan
submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi
dekat).
5). Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
6). Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
5). Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
6). Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
7). Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga
tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena
mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui
perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak
beru ini terdiri lagi atas:
-Anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling
tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu
(kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa
kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka
upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak
beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai
pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara
adat.
-Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat
mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka
tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A
seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak
beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut
juga bere-bere mama.
8). Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri
adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri
mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu
tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang
disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini
mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.
Pakaian Adat Karo
Pakaian Adat Karo. |
Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas. Kain hias yang digunakan suku karo disebut dengan "Uis". Pakaian adat yang dipakai oleh kaum pria dan wanita biasanya disebut dengan istilah "Uis Gara".Bahkan terkadang disebut lebih spesifik seperti Uis Nipes atau Beka Buluh. Berikut merupakan beberapa pakaian adat karo:
1). Uis
Padang Rusak
Digunakan sebagai kain/ selendang wanita untuk kegiatan pesta atau kegiatan harian.
Uis Padang Rusak. |
2). Uis Beka Buluh
Adalah kain hias khusus digunakan oleh pria untuk penutup kepala dan penghias di bahu.
Uis Beka Buluh. |
3). Uis
Benang Iring
Adalah kain/ selendang selendang untuk wanita untuk upacara atau pun kegiatan yang bersifat dukacita.
Uis Benang Iring. |
4). Uis Ragi
Barat
Adalah kain/ selendang untuk wanita yang digunakan dalam acara pesta maupun acara pemuda/i karo dalam kegiatan sukacita lainnya.
Uis Ragi Barat. |
5). Uis Jongkit
Kain penghias untuk pria digunakan dalam acara adat, acara Pemuda/i karo dan kegiatan sukacita lainnya.
Uis Jongkit. |
6). Uis
Gatip
Kain penghias untuk pria yang fungsinya juga sama dengan uis jongkit, yaitu untuk kegiatan adat yang bersifat sukacita.
Uis Gatip. |
7). Uis Julu
Kain penghias untuk pria digunakan pada acara adat, acara Pemuda/i karo, dan kegiatan budaya sukacita lainnya.
Uis Julu. |
8). Perembah
Kain yang
digunakan untuk menggendong bayi atau pun anak kecil.
Uis Perembah. |
Pakaian Dukacita Karo
Pakaian adat
dukacita dalam suku karo didominasi dengan warna gelap (Baju Mbiring) sebagai
lambang kesedihan. Pakaian yang dipadukan dengan uis beka buluh untuk pria dan
uis benang iring dan Gatip untuk tudung wanita.
Pakaian dukacita Adat Karo |
Makanan Khas
Cincang Bohan ini mencampurkan beberapa sayuran yang unik,seperti daun
ubi,jantung pisang,rimbang,inti batang pisang,daun
bawang,tomat,kencung,kemiri,kelapa,dan asam cikala.Sayuran tersebut kemudian
dicampurkan dengan daging, biasanya bisa daging sapi atau daging ayam.Setelah
dicampur merata,Cincang Bohan kemudian dimasukan ke dalam ruas-ruas bambu yang
telah dipotong-potong.Lalu,ruas bambu tersebut diletakan di dekat api untuk
dibakar hingga masak,namun tidak langsung mengenai api.Proses pembuatan Cincang
Bohan yang menarik ini,membuat banyak orang penasaran untuk mencicipinya.
Masakan ini mirip dengan terites. Bahan utamanya yaitu rumput yang ada di
lambung sapi. Setelah rumput dikeluarkan dari lambung sapi,rumput tersebut
diperas hingga beberapa kali. Kemudian air perasannya dimasak untuk dijadikan
kaldu. Agar rumput tidak berbau amis maka dimasak bersama kulit pohon cingkam,
susu segar, serai, jahe, asam dan daun jeruk. Kemudian bagian perut sapi atau
babat dan sumsum tulang sapi juga dimasak dan disajikan sebagai pelengkap
hidangan ini.
Babi Panggang Karo (BPK) sudah tidak asing lagi saking populernya, makanan
ini dijual di beberapa restoran khas karo yang tersebar di Indonesia. Babi
panggang karo biasanya disajikan dengan makanan pelengkap seperti sup daging
babi, daun ubi tumbuk yang dicampur dengan parutan kelapa, darah babi yang
sudah diolah, sambal, kidu-kidu dan nasi putih hangat. Makanan ini merupakan salah
satu makanan non halal yang menjadi ikon khas Sumatera Utara. Belum lengkap
rasanya mengunjungi tanah Karo kalau belum menyicipi masakan khas satu ini.
Cipera adalah masakan khas Suku Karo dari Sumatra Utara yang terbuat dari bahan dasar daging ayam kampung dan tepung jagung. Potongan daging ayam kampung kemudian dimasak dengan tepung jagung hingga empuk dan berkuah kental. Agar menghasilkan kuah yang lebih kental, maka tepung jagung yang digunakan harus dari bulir tua dan disangrai dan telah ditumbuk hingga halus.
Tasak Telu adalah masakan khas Suku Karo dari Sumatra Utara dengan bahan
dasar daging ayam kampung yang dicampur dengan darah ayam. Kadang-kadang darah
ayam juga dapat digantikan dengan menggunakan hati ayam dan rempela. Masakan
ini biasanya dinikmati pada saat acara-acara tertentu, khususnya pada
pelaksanaan pesta adat Karo.Tasak Telu juga disebut Masak Tiga atau Tiga
Masakan,saat ini terdapat beberapa rumah makan khas Karo yang terdapat di
Kabanjahe, Berastagi, dan juga Medan.
Cimpa adalah makanan yang dibuat dari beras ketan merah atau putih.Di dalam
beras ketan merah dimasukkan gula merah atau gula aren yang telah dicampur
dengan kelapa parut.Cimpa biasanya dibungkus dengan daun pisang.Cimpa biasanya
dimasak dengan dikukus.Cimpa adalah salah satu makanan yang sangat penting bagi
orang Karo.Cimpa harus ada di setiap pelaksanaan acara-acara adat Suku
Karo.Cimpa harus dihadirkan saat berlangsungnya acara pesta adat pernikahan,
kerja tahun atau merdang merdem, dan kematian.Jika dalam salah satu acara adat
tersebut tidak dihadirkan cimpa, maka acara adat tersebut dianggap kurang dan
tidak sempurna.
Kegiatan Budaya
1). Merdang Merdem
Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku Karo di
Kabupaten Karo. Konon merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap
tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai.
Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta
karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi
tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang
berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga
dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap acara merdang merdem
biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara tari tradisional
Karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo
merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan
merdang merdem pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya
jatuh di bulan juli.
2). Mengket Rumah Mbaru & Mahpah
- Mengket Rumah Mbaru adalah salah satu upacara adat dalam suku Karo,
Sumatra Utara. Mengket dalam bahasa Karo berarti masuk, dan mbaru berarti baru.
Secara harafiah, mengket rumah mbaru adalah upacara yang diadakan orang Karo
saat hendak memasuki rumah yang baru. Biasanya acara ini melibatkan keluarga
besar dan rakut sitelu.Upacara ini tergolong sebagai pesta sukacita dan mulia,
karena upacara ini menggambarkan kesuksesan tuan rumah (penyelenggara pesta).
- Mahpah atau sekarang ini disebut dengan Gendang Guro-guro Aron (GGA)
adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat Karo yang sering diadakan
saat pesta-pesta adat dan acara syukuran seusai panen. Seni tradisional ini
digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa (menurut
kepercayaan masing-masing) atas kecukupan rezeki atau hasil panen yang
berlimpah atau pun juga perayaan atas kegembiraan yang dirasakan. Pada Gendang
Guro-guro Aron tersebut masyarakat karo bernyanyi dan menari bersukaria, yang
biasanya dilakukan sepanjang malam, di bawah cahaya bulan purnama.
Daftar Marga Suku Karo
Suku Karo memiliki 5 Merga induk,namun memiliki sub
merga menjadi berjumlah 85 merga, diantaranya ialah:
1). Ginting
Marga Ginting memiliki sub marga yaitu: Anjartambun, babo, beras,
cabap, gurupatih, garamata, jandibata, jawak, manik, munte, pase, seragih,
suka, sugihen, sinusinga, tumangger, taling kuta.(jumlah 17)
2). Sembirng
Marga Sembiring terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
- Sembiring si banci man biang (sembiring yang boleh makan anjing),sub
marga: Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4).
- Sembiring simantangken biang (sembiring yang tidak boleh makan
Anjing),sub marga: Brahmana, Depari, Meliala, Pelawi, busuk, colia, muham,
maha, bunuaji, gurukinayan, pandia, keling, pandebayang, sinukapur, tekang.
(jumlah 15).
Jumlah submarga sembiring =19
3). Perangin-angin
Bangun, Keliat, Kacinambun, Namohaji, Mano, Benjerang, Uwir, Pinem,
Pancawan, Penggarun, Ulun Jandi, Laksa, Perbesi, Sukatendel, Singarimbun,
Sinurat, Sebayang, Tanjung.(jumlah 18)
4). Tarigan
Bondong, gana-gana, gersang, gerneng, jampang, purba, pekan, sibero, tua,
tegur, tambak, tambun, silangit, tendang.(jumlah 14)
5). Karo-Karo
Purba, Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sinulingga,
Sitepu, Sinuraya, Sinuhaji, Ketaren, kemit, jung, sinukaban, sinubulan, samura,
sekali. (jumlah 18)
Agama
Mayoritas penduduk Karo telah memeluk agama Kristen sekitar 70% (mayoritas Protestan 90% dan 10% Katolik), dan Islam 25%. Sekitar 5% masih menganut aliran kepercayaan lama yakni Pemena.
Gereja yang didominasi Suku Karo yaitu:
- Gereja Batak Karo Prostestan (GBKP)
- Gereja Injil Karo Indonesia (GIKI)
Agama
Mayoritas penduduk Karo telah memeluk agama Kristen sekitar 70% (mayoritas Protestan 90% dan 10% Katolik), dan Islam 25%. Sekitar 5% masih menganut aliran kepercayaan lama yakni Pemena.
Gereja yang didominasi Suku Karo yaitu:
- Gereja Batak Karo Prostestan (GBKP)
- Gereja Injil Karo Indonesia (GIKI)
Kontroversi
Banyak diantara orang Karo yang tidak ingin dirinya disebut sebagai bagian dari Batak. Mereka berpendapat bahwa dari asal usul nenek moyang orang Karo saja sudah berbeda dari suku Batak, selain itu budaya dan bahasa Karo juga diyakini berbeda dari Batak. Embel-embel "Batak" diyakini mereka merupakan stereotip yang dimunculkan pada masa kolonial Belanda, dimana suku bangsa non-Melayu dikategorikan sebagai suku Batak.
Pernyataan tersebut memunculkan pro dan kontra dikalangan masyarakat, terutama di masyarakat Suku Batak. Orang Batak mengatakan bahwa orang-orang Karo sebaiknya tidak serta-merta menyatakan diri sebagai suku non-Batak, dikarenakan menurut mereka beberapa marga Suku Karo masih ada keterkaitan dengan sebagian marga dari Batak Toba, seperti marga Sitepu yang masih se-"trah" dengan marga Sitohang, atau marga Purba yang masih ada kaitannya dengan marga Purba di Simalungun.
Orang karo enggan jika mereka disebut sebagai batak atau pun batak karo, dikarenakan perbedaan wilayah tempat tinggal, perbedaan bahasa, perbedaan salam khas seperti Mejuah-juah bukan Horas, termasuk karakter sifat dan ciri fisik yang berbeda. Satu kepastian,
masyarakat Karo sampai saat ini masih terus berupaya membuktikan bahwa mereka
adalah sebuah suku yang berdiri sendiri, mempunyai standar adat-istiadat yang
mandiri. Namun sayangnya, belum cukupnya bukti yang lebih jelas dan akurat untuk mengajukan perbedaan tersebut.
Demikianlah tentang pengenalan adat dan budaya suku karo yang dapat saya bagikan, mohon maaf jika terdapatnya kesalahan atau kekeliruan. Semoga bermanfaat, terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar